Kenalan Dengan Ide Maskulinitas: Laki Atau Kan?

“Jadi Laki itu harus berani, tidak bisa nangis, dan harus berdikari dek.”

Kenalan Dengan Ide Maskulinitas: Laki Atau Kan?

Sama seperti yang kita mengetahui, ide jadi lelaki sebagai suatu hal yang diberikan ke lelaki semenjak muda oleh lingkungannya.

Selamat tiba ke sebuah artikel yang mengulas makna apakah itu maskulinitas. Artikel ini fokus ke riset yang telah ada dan tidak tertarik dalam mengulas segi diplomatis dari maskulinitas. Silahkan kita masuk langsung ke definisinya.

Makna Maskulinitas

Maskulinitas ialah kelompok kepercayaan pada lelaki yang memiliki sifat preskriptif, preskriptif (memiliki sifat tentukan), dan proskriptif (larangan) (Levant dan Richmond, 2007). Ide maskulinitas sebagai suatu hal yang fleksibel, dalam pengertian dapat berbeda dari angkatan ke angkatan dan setiap wilayah (Connell, 1995). Karenanya, tiap orang, warga, dan budaya akan mempunyai beberapa ciri representasi maskulinitas mereka tertentu (Murray dan Drummond, 2016; Witt, 2011, p. 77).

Menurut Connel (1987) dan Hofstede (2001) dalam Drydakis dkk., (2018) karakter dari stereotip laki diantaranya:

– Kuat secara fisik atau psikis (pemberani)
– Kapabel secara tehnis
– Berambisi
– Tidak memercayakan seseorang dalam sehari-harinya (dapat tangani permasalahannya sendiri)
– Seorang pimpinan yang sanggup mengontrol emosi
Lalu, apa yang terjadi saat seorang lelaki tidak dapat penuhi harapan ini? Berdasar dari lingkungan orang itu, dapat diharap beragam reaksi yang positif atau negatif. Sebagai contoh, saat aku duduk di kursi sekolah dasar ada cowok-cowok yang kurang kuat dan tidak optimis, kerap kali mereka diundang “banci” karena mereka berperangai seperti stereotip wanita. Mencengangkan? Kemungkinan tidak untuk yang telah merasakannya.

Sikap menghina dan merendahkan cowok yang “kurang laki” sebagai contoh Precarious Manhood. Precarious manhood ialah sebuah ide yang menjelaskan maskulinitas harus diraih dan perlu lewat/lakukan beberapa hal tertentu saat sebelum seorang dapat menjelaskan dianya “Laki” (Bosson dan Vandello, 2011). Untuk sebagian orang, mereka jadi “Laki” karena merokok, minuman keras, dan lain-lainnya. Kadang aktivitas mereka yang kurang sehatkan/beresiko ini muncul karena externalisasi masalah emosional mereka (Cochran dan Rabinowitz, 2000).

Keluarga, lingkungan, dan teman-temanmu inginkan kamu menjadi seorang “Laki” sesuai harapan yang sudah dibuat oleh warga bersama dengan sosial media, dan budaya. Tentunya, bisa terjadi imbas negatif (psikis dan fisik) pada beberapa individu yang ketekan itu. Menurut Pleck (1995) beberapa lelaki akan alami masalah saat mereka:

– Menjauh/menyalahi peranan dan etika mereka sebagai lelaki yang maskulin
– Tidak berhasil penuhi etika sikap dari maskulinitas
– Alami ketidaksamaan di antara diri kita dan ide diri yang bagus berdasar stereotip peranan seorang lelaki
– Secara individu merendahkan, larang, melanggar diri kita, ini bisa juga dari lingkungan atau disebabkan karena stereotip gender.

Karena keadaan-situasi yang unik ini, beragam permasalahan sosial dan psikis datang di kehidupan beberapa lelaki, baik yang maskulin atau tidak. Dikutip dari American Psychological Association (2016) Wizdom Powell menjelaskan jika maskulinitas yang terlampau kaku (edukasi lelaki harus berdikari, kuat, dan dapat tangani permasalahannya sendiri) dapat hasilkan lelaki dewasa yang kurang siap cari kontribusi psikis (Wong, Ho, Wang, dan Miller, 2017). Telah jatuh terkena tangga, bahkan juga beberapa lelaki yang memilih untuk cari kontribusi psikis alami gender bias saat therapy (Mahalik et al., 2012) yang memengaruhi analisis dan dana untuk mereka.

Wah, kelihatannya maskulinitas berkesannya lebih negatif dan tidak memberikan keuntungan beberapa lelaki sama sekalipun. Tetapi, tidak boleh cemas karena ada banyak pula faktor positif dari maskulinitas. Dinanti ya untuk artikel selanjutnya berkenaan imbas-dampak positif dari maskulinitas!

 

kunjungi juga hipnoterapi terpercaya jogja